Terungkap, Pelaku Begal Payudara di Lebak Bulus Sudah Beraksi Dua Kali

Begal Payudara

Kejahatan seksual di ruang publik masih menjadi isu serius di berbagai kota besar, termasuk Jakarta. Perempuan sebagai korban paling rentan kerap menghadapi kekerasan fisik dan verbal, terutama saat berada di jalanan yang sepi atau minim pengawasan. Salah satu bentuk kekerasan yang baru-baru ini mencuat ke permukaan adalah tindak begal payudara yang terjadi di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Kasus ini bukan hanya mengundang keprihatinan masyarakat, tetapi juga memicu perdebatan tentang keamanan publik dan perlindungan hukum terhadap korban pelecehan seksual.

Kasus begal payudara yang terjadi di Lebak Bulus ini menjadi perbincangan luas setelah video aksi pelaku tersebar di media sosial. Dalam rekaman kamera pengawas (CCTV), pelaku tampak mendekati seorang perempuan dari belakang dan langsung melakukan aksi cabul tersebut sebelum melarikan diri. Peristiwa itu sontak viral, memicu kemarahan publik, dan mendorong aparat kepolisian untuk bertindak cepat.

Namun yang mengejutkan, dalam penyelidikan lebih lanjut, terungkap bahwa pelaku telah melakukan aksinya lebih dari satu kali. Setidaknya dua korban sudah melaporkan tindakan serupa yang dilakukan oleh pria dengan ciri-ciri yang sama. Ini menandakan adanya pola perilaku predator yang patut diwaspadai oleh masyarakat dan menjadi tugas serius bagi pihak berwajib untuk segera menindak tegas.

Begal Payudara

Kronologi Kejadian: Modus Operandi Pelaku dan Respons Korban

Kejadian pertama yang diketahui terjadi pada awal Mei 2025. Korban, seorang perempuan berusia 23 tahun yang hendak berjalan kaki pulang dari halte bus, mengaku merasa diikuti oleh seorang pria yang mengendarai sepeda motor. Ketika suasana jalanan cukup sepi, pelaku mempercepat laju motornya dan dengan gerakan cepat menyentuh bagian sensitif tubuh korban. Korban sempat berteriak, namun pelaku sudah kabur ke arah gang kecil yang sulit dijangkau kendaraan.

Tidak sampai sebulan, insiden serupa kembali terjadi di lokasi yang berdekatan. Dalam kejadian kedua ini, CCTV berhasil merekam wajah dan kendaraan pelaku secara lebih jelas. Korban yang merasa terhina dan trauma akhirnya memberanikan diri melapor ke kepolisian. Hal ini membuka jalan bagi penyelidikan yang lebih serius.

Polisi yang menerima laporan kedua tersebut segera menghubungkan kedua insiden dan mencocokkan ciri-ciri pelaku, yang ternyata identik. Dengan bantuan tim cyber dan unit reserse kriminal Polres Metro Jakarta Selatan, identitas pelaku akhirnya diketahui. Ia merupakan warga Jakarta Selatan berusia 29 tahun yang diketahui pernah memiliki catatan pelanggaran hukum ringan, meski tidak terkait kekerasan seksual.


Penyelidikan dan Upaya Penangkapan: Teknologi CCTV dan Peran Masyarakat

Penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian melibatkan berbagai unsur, termasuk pemanfaatan teknologi kamera pengawas di sekitar lokasi kejadian. CCTV milik warga dan toko-toko di sekitar Lebak Bulus dikumpulkan untuk mengidentifikasi plat nomor kendaraan dan arah pelarian pelaku. Tim forensik digital pun bekerja untuk memperjelas wajah pelaku dari tangkapan gambar yang buram.

Peran serta masyarakat juga sangat membantu. Setelah foto pelaku disebar ke media sosial dan grup-grup komunitas lokal, beberapa warga mengenali pelaku sebagai seseorang yang tinggal di sekitar kawasan Jagakarsa, tak jauh dari tempat kejadian. Informasi ini kemudian dikonfirmasi oleh polisi yang langsung melakukan pengintaian terhadap tempat tinggal pelaku.

Namun saat upaya penangkapan dilakukan, pelaku sudah tidak berada di lokasi. Diduga kuat ia telah mengetahui bahwa dirinya tengah dicari dan memilih kabur ke luar kota. Polisi kini menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) dan meminta kerja sama dari semua polres di wilayah Jabodetabek.


Profil Pelaku: Latar Belakang dan Dugaan Motif

Menurut informasi dari kepolisian, pelaku diketahui berinisial MH, berusia 29 tahun, bekerja serabutan, dan tinggal di rumah kontrakan bersama seorang kerabat. Ia tidak memiliki riwayat pendidikan tinggi dan beberapa kali pindah tempat kerja karena masalah kedisiplinan. Tetangga sekitar mengenalnya sebagai sosok yang tertutup dan jarang bergaul dengan warga lain.

Dugaan awal menyebut bahwa pelaku melakukan aksinya karena dorongan seksual yang menyimpang. Polisi mendalami kemungkinan pelaku memiliki kelainan psikologis atau gangguan seksual tertentu yang menyebabkan ia nekat melakukan pelecehan fisik terhadap perempuan secara acak di jalanan.

Tim psikolog forensik yang turut dilibatkan menyatakan bahwa kasus ini berpotensi merupakan bagian dari perilaku kompulsif seksual yang bisa berkembang menjadi lebih berbahaya jika tidak segera dihentikan. “Jika tidak ditangani secara hukum maupun psikologis, pelaku semacam ini bisa menjadi predator seksual yang lebih ganas di masa depan,” ujar salah satu pakar psikologi dari Universitas Indonesia.


Reaksi Publik dan Gelombang Kecaman

Kasus ini mendapat sorotan besar dari publik. Warganet mengecam keras tindakan pelaku dan menuntut pihak kepolisian untuk segera menangkap serta menghukumnya dengan maksimal. Tagar #TangkapBegalPayudara dan #AmanUntukPerempuan sempat menjadi tren di media sosial, memperlihatkan besarnya perhatian masyarakat terhadap isu pelecehan seksual.

Berbagai komunitas perempuan juga angkat suara. Koalisi Perempuan Indonesia menyatakan bahwa kejadian ini mencerminkan lemahnya sistem keamanan publik dan minimnya perlindungan terhadap perempuan. Mereka mendesak Pemprov DKI Jakarta untuk memasang lebih banyak CCTV dan lampu jalan, terutama di kawasan rawan seperti gang kecil dan terminal.

Tak hanya itu, desakan juga datang agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) benar-benar diterapkan secara maksimal, dengan memperluas definisi kekerasan seksual termasuk tindakan seperti begal payudara, yang selama ini sering dianggap “kekerasan ringan” oleh sebagian aparat.


Dampak terhadap Korban: Trauma dan Perjuangan Mencari Keadilan

Korban dari kejadian ini mengalami trauma berat. Dalam wawancara dengan media, salah satu korban mengaku merasa takut setiap kali melewati jalan yang sepi. Ia juga menyatakan sulit tidur dan sering mengalami mimpi buruk sejak kejadian itu. “Saya merasa marah, malu, dan takut sekaligus. Pelaku seenaknya menyentuh tubuh saya, lalu kabur begitu saja. Saya harus berjuang untuk merasa aman lagi,” katanya.

Perjuangan korban tidak berhenti pada proses pelaporan. Mereka harus menghadapi pemeriksaan berulang, tekanan psikologis dari lingkungan, dan dalam beberapa kasus bahkan cibiran atau reaksi menyalahkan korban (victim blaming). Oleh sebab itu, pendampingan psikologis dan hukum dari lembaga bantuan hukum menjadi penting agar korban tidak merasa sendirian.


Langkah-Langkah Pencegahan: Solusi Jangka Panjang

Untuk mencegah kejadian serupa terjadi kembali, berbagai pihak menyerukan langkah preventif yang lebih nyata. Di antaranya:

  1. Peningkatan Keamanan Jalanan
    • Pemasangan kamera CCTV tambahan.
    • Penambahan penerangan jalan di kawasan rawan.
  2. Edukasi Seksual dan Sosial
    • Kampanye kesadaran publik tentang pentingnya menghormati tubuh dan privasi orang lain.
    • Pendidikan seksual yang benar sejak usia dini di sekolah.
  3. Dukungan Hukum dan Psikologis
    • Penyediaan layanan hotline aduan pelecehan seksual yang mudah diakses.
    • Pendampingan psikologis gratis bagi korban kekerasan seksual.
  4. Penegakan Hukum yang Tegas
    • Penerapan pasal-pasal KUHP atau UU TPKS yang relevan terhadap pelaku pelecehan seksual.
    • Hukuman maksimal untuk memberikan efek jera.

Evaluasi dan Harapan ke Depan

Kejadian ini menjadi momentum untuk kembali meninjau serius bagaimana sistem perlindungan hukum dan sosial bagi perempuan dijalankan di Indonesia. Meskipun kasus ini telah teridentifikasi pelakunya, proses peradilan belum selesai sampai pelaku benar-benar ditangkap dan diadili.

Publik berharap bahwa kasus ini tidak hanya berakhir sebagai berita viral yang menguap seiring waktu, tetapi menjadi titik balik dalam penanganan kasus pelecehan seksual yang selama ini kerap diabaikan atau dianggap remeh.


Penutup: Seruan untuk Tidak Diam

Setiap perempuan berhak merasa aman saat berjalan di ruang publik. Tindakan begal payudara bukan hanya bentuk pelecehan seksual, tetapi juga pelanggaran hak asasi manusia yang serius. Oleh karena itu, masyarakat harus terus bersuara, mendorong pihak berwenang bertindak cepat dan tepat, serta saling menjaga satu sama lain untuk menciptakan lingkungan yang aman dan bermartabat.

Semakin banyak korban yang berani bicara, semakin kecil ruang gerak pelaku untuk mengulangi aksinya. Dan semakin tegas hukum ditegakkan, semakin kuat sinyal bahwa kejahatan terhadap perempuan tidak akan pernah ditoleransi di negara ini.

Baca Juga : Kagum Perkembangan Timnas Indonesia, Keisuke Honda Doakan Pasukan Patrick Kluivert Lolos Piala Dunia 2026

Back To Top

geyserdirect.com

pututogel.it.com

ti-starfighter.com